Tren Kasus KtPA Meningkat, DP3A Kabupaten TTU Gandeng Berbagai Pihak Lakukan Pencegahan

LINTAS BIINMAFFO,- Tren Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA) di Kabupaten TTU, Nusa Tenggara Timur, terus mengalami peningkatan.

Dalam upaya mengoptimalkan pencegahan dan penyelesaian kasus KtPA, maka Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten TTU menggandeng berbagai pihak, seperti, LSM, Kejaksaan, Kepolisian dan Pengadilan hingga mendapatkan solusi dan inovasi strategis.

Demikian disampaikan Kepala DP3A Kabupaten TTU, Frans Xaverius Tas’au, S.K.M. M.Kes, saat diwawancarai media ini di ruang kerjanya, Senin (25/11/2024).

Lebih lanjut, Frans Xaverius Tas’au, menjelaskan, terkait kasus kekerasan terhadap perempuan, DP3A Kabupaten TTU telah menggandeng berbagai pihak telah melakukan gelar kasus pada Jumat 22 November 2024 di Aula Hotel Litani Kefamenanu.

Kasus kekerasan seksual terhadap kaum perempuan dalam hal ini kasus ingkar janji menikah yang cukup banyak sekarang. Pasangan suami istri yang sudah menikah secara resmi dan telah disahkan pihak gereja atau masjid dan pemerintah, namun, khususnya laki-laki atau suami kemudian lari tanpa adanya alasan atau tidak mau bertanggungjawab,” ungkap Frans Tas’au.

Kepala DP3A Kabupaten TTU, Frans Xaverius Tas’au, S.K.M. M.Kes, saat diwawancarai media ini di ruang kerjanya.

Dalam gelar kasus yang dilakukan, demikian Frans, DP3A Kabupaten TTU juga mengundang pihak tokoh-tokoh agama terkait agar juga bisa membantu memberikan pembinaan moral dan sosialisasi kepada keluarga. “Kami sudah menggelar beberapa kasus bersama pihak LSM, Kepolisian dan kejaksaan,” ungkapnya.

Dari sejumlah kasus kekerasan, baik terhadap perempuan maupun anak di bawah umur, lanjut Frans Xaverius Tas’au, maka dari hasil kolaborasi dan komunikasi antara DP3A Kabupaten TTU bersama pihak kepolisian, LSM maupun Kejaksaan mendapat satu solusi inovatif. Tidak hanya melakukan penyelesaian kasus, namun juga berupa tindakan preventif atau pencegahan.

Agar masyarakat bisa sadar bahwa kekerasan itu melanggar hukum formal, hukum gereja atau hukum agama,” ujarnya.

Terkait kasus kekerasan terhadap anak, demikian Frans Xaverius Tas’au, juga menunjukkan tren meningkat dengan terduga pelaku adalah orang dekat dalam rumah. Menjadi korban adalah anak berumur 18 tahun ke bawah yang masih berkategori anak yang dilindungi negara lantaran dapat merusak masa depan anak.

Dalam waktu dekat kita akan melakukan MoU bersama pihak LSM, Kepolisian, Kejaksaan dan pengadilan bersama DP3A Kabupaten TTU dalam upaya melakukan pencegahan dengan cara memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat demi menurunkan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak,” tambah Frans.

Dalam upaya melakukan upaya penyelesaian kasus, kata Frans, proses hukum tetap berjalan. “Hukum penjara bisa 12 tahun hingga 17 tahu sehingga bisa memberikan efek jerah kepada pelaku. Kami mengharapkan kepada masyarakat agar bisa berpikir lebih jernih sebelum melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tutupnya.

Tepisah, Kabid PPA DP3A Kabupaten TTU, Nining Suhayatni S.H, menambahkan, terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam proses penyelesaian kasus kekerasan perempuan dan anak, salah satunya, adalah, terduga pelaku sudah tidak berada di Kefamenanu.

Kabid PPA DP3A Kabupaten TTU, Nining Suhayatni S.H, saat diwawancarai media ini di ruang kerjanya.

Kita mendapatkan banyak masukan dari pihak kepolisian, kejaksaan, LSM dan pihak terkait lainnya dalam upaya penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sehingga kita semua sebagai penyedia layanan yang diberikan kewenangan oleh negara bersepakat untuk membuat satu MoU dengan satu visi yang sama untuk menurunkan tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tutupnya.

Penulis : Apson Benu
Editor : Kristo Ukat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *