LINTAS-BIINMAFFO,- Bupati TTU, Drs. Juandi David mendampingi Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat melakukan panen padi secara simbolis di Desa Oepuah Utara, Kecamatan Biboki Moenleu, Kabupaten TTU, Rabu (12/4/2023).
Bupati TTU, Drs. Juandi David menjelaskan, bahwa Kecamatan Biboki Moenleu merupakan salah satu daerah sentra produksi padi sawah di TTU yang luasnya mencapai 815 hektare yang seluruhnya diairi air dari bendungan Mena.
Untuk saat ini luas lahan yang digarap seluas 762 hektar dengan perkiraan produksi padi sebanyak 2.775, 97 ton gabah kering. Sisa lahan seluas 53 hektare baru akan ditanami pada musim tanam April-September 2023.
Kelompok Tani Mena Jaya, lanjut bupati pasangan Wakil Bupati TTU, Drs. Eusabius Binsasi ini, merupakan kelompok penerima bantuan benih yang juga merupakan kelompok penangkar benin binaan Dinas Pertanian. Kelompok tani ini mengolah lahan sawah seluas 20 hektar. Tanaman padi yang dipanen secara simbolis adalah varietas ciherang yang disiapkan untuk mengikuti proses sertifikasi benih dari benih dasar (Label putih) menjadi benih pokok (Label ungu). Diperkirakan dari sekitar 2,5 hektar benih padi label putih ini dapat memproduksi sekitar 10-15 ton benih pokok (Label Ungu).
Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat menjelaskan, menanggapi keluhan para petani terkait alat panen, saluran tersier dan ketersediaan pupuk saat berdialog, melalui Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTT dan jajaran nanti di Oepuah Utara sudah ada alat trier yang tidak dipakai, yang akan direvitalisasi untuk mendukung panen-panen musim hujan.
“Untuk saluran tersier ada skemanya jadi disiapkan usulannya berapa panjang saluran yang akan diperbaiki. Untuk pupuk sendiri agar semuanya juga memahami, yang mengurus penyediaan pupuk itu bukan Dinas Pertanian Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten, melainkan oleh Kementerian Keuangan. Kementerian Pertanian ditugaskan untuk membagi pupuk tersebut ke seluruh Indonesia. Jadi diberikan quota pertama untuk Gubernur, yang oleh Gubernur diberikan quota kepada para Bupati, demikian dari Bupati memberikan quota kepada para Camat,” ujarnya.
Dijelaskannya, persoalan distribusi pupuk ada dua, pertama petani tidak masuk di dalam, dulu namanya RDKK, sekarang namanya e-alokasi. Kedua, kios pupuk tidak memiliki modal yang cukup untuk menebus pupuk di gudang distribusi yang telah dipastikan pada saat musim tanam sejak bulan Oktober di gudang-gudang semua telah terisi. Jadi ini yang dievaluasi sehingga jika kiosnya tidak mampu menyiapkan modal, akan digantikan oleh yang mampu sehingga ada kelancaran penyediaan pupuk.
Dan jika petani tidak memiliki modal untuk membeli pupuk, maka bisa kerjasama dengan Bank NTT sehingga bisa diambil dulu pupuknya, setelah panen baru uangnya dikembalikan, ini untuk menghindari permainan sistem ijon yang sangat merugikan petani dan mengurangi produktivitas, apalagi kita memasuki musim kemarau panjang.
Penulis : Apson Benu
Editor : Kristo Ukat