LINTAS-BIINMAFFO,- Trend Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kabupaten TTU, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami peningkatan cukup signifikan. Untuk mencegah kasus yang terjadi, maka Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten TTU, terus melakukan berbagai upaya dan sosialisasi demi menekan angka kasus yang terjadi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten TTU, Frans. Xaverius Tas’au, S.K.M. M.Kes saat diwawancarai media ini di ruang kerjanya, Selasa (14/5/2024) menjelaskan,
tercatat di tahun 2022 sekitar 50 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten TTU. Ironisnya, di tahun 2023 trend kasus tersebut mengalami kenaikan cukup signifikan sebanyak 50 persen menjadi 100 kasus.
Sementara di tahun 2024, sejak Januari hingga maret tercatat sebanyak 22 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari sejumlah kasus yang terjadi, lebih banyak didominasi kasus KDRT dengan korban adalah kaum perempuan atau ibu, selanjutnya penelantaran anak dan pemerkosaan anak di bawah umur.
“Kalau kasus pemerkosaan anak di bawah umur kita langsung berkoordinasi dengan pihak kepolisian Polres TTU,” ujar Frans. Xaverius Tas’au.
Mantan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten TTU ini menjelaskan, demi menekan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten TTU, maka sesuai tupoksi DP3A Kabupaten TTU melakukan berbagai upaya, seperti, pemulihan terhadap korban, melakukan berbagai sosialisasi dan tindakan pencegahan.
Dikatakannya, untuk pencegahan kekerasan terhadap anak termasuk perempuan, maka DP3A Kabupaten TTU saat ini telah mengembangkan Desa Ramah Anak pada desa sasaran demi menekan angka kasus yang terjadi.
Selain itu, lanjut Frans. Xaverius Tas’au, DP3A Kabupaten TTU juga melakukan berbagai sosialisasi dampak kekerasan terhadap anak di sekolah-sekolah sasaran dalam kota maupun luar kota atau desa. “Kita juga menggandeng tokoh-tokoh agama untuk memberikan pemahaman kepada pasutri,” jelasnya.
Bentuk Desa Forum Anak Menjadi Desa Ramah Anak
Hal senada ditambahkan Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Kabupaten TTU, Nining S didampingi Pejabat Analis Kebijakan Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Regelinda Kuftalan bahwa tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten TTU mengalami peningkatan.
“Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami peningkatan karena kurangnya sosialisasi. Hal itu karena keterbatasan dana sehingga sosialisasi yang kita lakukan sangat minim. Laporan terkait kekerasan itu sendiri hampir setiap hari masuk, ” ujar Nining.
Dikatakannya, bentuk sosialisasi yang dilakukan di tingkat bawah adalah pembentukan Desa Forum Anak yang kemudian akan ditingkatkan atau dikukuhkan menjadi Desa Ramah Anak. Forum tersebut demi menghimpun anak-anak di desa demi pengembangan skill.
“Untuk tahun ini (2024) hanya satu kegiatan desa ramah anak, yakni di Desa Taekas. Alasannya, keterbatasan dana,” jelas Nining.
Hingga tahun 2024, ada 10 Desa Ramah Anak di Kabupaten TTU, yakni, Desa Bijeli, Desa Bitefa, Desa Letneo Selatan, Desa Lokomean, Desa Napan, Desa Banfanu, Desa Oenenu, Kelurahan Kefamenanu Utara, Desa Bijaepasu dan Desa Kuanek.
Sementara pembentukan Desa Forum Anak sendiri baru 6 Desa yang terdiri dari Desa Napan, Desa Letneo Selatan, Desa Haulasi, Desa Bijaepasu, Desa Kuanek, Desa Taekas.
DP3A Kabupaten TTU mempunyai petugas paralegal sebanyak 144 orang yang tersebar di 26 Kecamatan se-Kabupaten TTU yang bertugas membantu menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi setiap desa, sambil membagikan pamflet dan stiker tentang anti kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kalau penyelesaian di Dinas maka kita lebih banyak memediasi untuk mendapatkan solusi terbaik yang tidak merugikan pelapor maupun terlapor,” tutup Nining diamini Pejabat Analis Kebijakan Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Regelinda Kuf Talan.
Penulis : Apson Benu
Editor : Kristo Ukat